Kondisi Negara dan Ikhtiar Melawan (Suanggi) Covid-19

Tahun 1999, disaat pengalihan kepemimpinan negara, pasca orde baru tumbang, beberapa kebijakan negara oleh Eyang Habibie (Alm) berhasil mengurangi kekhwatiran. Di Sektor kesehatan, dibuatlah "Paradigma Sehat"; Mendahulukan Preventif-Promotif (Pencegahan-Penyuluhan) tanpa melupakan Kuratif-Rehabilitatif (Pengobatan-Penyembuhan). 

Arah pembangunan kesehatan, setidaknya lewat konsepsi ini mulai terbentuk secara ideal. Slogan "Mencegah lebih baik daripada mengibati" pun ramai menjadi 'bunga bibir' masyarakat. Kekhawatiran soal bagaimana nasib rakyat khususnya pada sektor kesehatan saat itu terjawab dengan paradigma tersebut. 

Muhammad Subhan, SKM

Dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat, Konsepsi ini sesuai karena satu case kesehatan tidak dipandang menggunakan "Kacamata Kuda". Melainkan Case kesehatan tersebut dipandang secara holistic, universal dan berkesinambungan. Karenanya, arah pembangunan kesehatan, pada tataran pemangku kebijakan (Pemerintah) harus mempertimbangkan paradigma sehat. 

Sayangnya, yang menjadi soal dari percepatan pembangunan kesehatan secara nasional justru pada "orang kesehatan" itu sendiri. Dimana setiap profesi justru membuat sekte, menganggap profesinya yang paling dominan, berpengaruh dan heroistik.

Sudahlah, kita lupakan soal itu. Dalam Sistem Kesehatan Nasional, seluruh perangkat dari sisi strategis kebijakan hingga pada teknis operasional telah tertulis secara rinci. Namun sistem penanggulangan serangan "Pandemi Virus" itu belum ada. Wajar jika hari ini pemerintah  kita kocar-kacir. Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) mengobrak-abrik seluruh sistem yang telah dibuat. 

Darurat, Chaos, dan kondisi Negara tidak siap menanganinya. Para tenaga Kesehatan kita yang mungkin paling sigap. Dengan segala keterbatasan, mereka tetap siap. Mungkin kesadaran tentang ragam profesi kesehatan itu justru adalah 'kekuatan' telah disadari dan solidaritas itu terbangun setelah munculnya pandemi virus ini. Bahwa kita saling membutuhkan, saling melengkapi.

WHO merilis, Virus yang gejala awalnya muncul sebagai penyakit Pneumonia "dengan penyebab yang tidak diketahui" itu peratama kali muncul di Wuhan, Cina dan dilaporkan pada 31 Desember 2019 di kantor Perwakilan WHO di sana. Pada 11 Februari 2020,  resmi diberi penamaan penyakit corona baru itu dengan Covid-19. 

Kemudian berangsur hingga ditetapkan sebagai pandemi (Global). Tentang darimana virus ini berasal, apakah ada pihak tertentu yang sengaja meluncurkan virus ini sebagai senjata biologis karena persaingan perdagangan global, atau justru adalah teguran Tuhan? Jelasnya pandemi virus ini menyebar cepat dan membunuh siapapun yang terinfeksi.

Di Indonesia, saat ini pemerintah kita telah berbuat apa? Disaat Pemerintah pusat membuka peluang investasi (China, dll) sebesar-besarnya, Pandemi virus yang tak bisa diduga itu  menyerang dengan kekuatan yang sama. 686 orang pasien positif terjangkit Covid-19, Korban meninggal 55 orang dan 30 sembuh. 

Peningkatan kasus dalam kondisi Negara yang Luar biasa lemah. Jangankan mengikuti seruan 'Lockdown' dari WHO, Menghentikan aktivitas-aktivitas padat massa pun pemerintah tak berani. Apalagi perusahaan-perusahaan yang di dalamnya ada investasi asing! Alih-alih untuk mempertahankan kondisi Ekonomi Negara, Nilai tukar rupiah turun drastis per harinya. Ya Setidaknya, setiap etape sejarah punya ceritanya masing-masing. Dan di Era ini, beginilah kondisi kita.

Parahnya, Disaat pemerintah daerah dan rakyat khususnya kesusahan dengan alat pendeteksi virus, karena mendeteksi virus itu hanya bisa melalui laboratorium yang bisa mendeteksi virus (PCR) dan hanya ada di Jakarta, "Rapid Test" yang tengah dikembangkan China dan kini telah dipesan pemerintah pusat untuk disebar di seluruh daerah itu; sialnya (menurut media @Kumparan) per jum'at ini akan digunakan lebih dulu oleh wakil rakyat dan keluarganya. 

Ada apa dengan orientasi kebijakan negara ini? Kenapa yang didahulukan bukan orang yang berisiko tinggi? bukan tenaga medis yang siap syahid demi profesi dan demi kemanusiaan itu? Dimana implementasi tujuan negara tentang "Melindungi Segenap Bangsa Indonesia" itu jika pejabat negara yang lebih diutamakan ketimbang rakyat banyak?

Kemirisan ini setidaknya sedikit berkurang dengan pemberitaan dari saudara di papua bahwa telah diberlakukan lockdown. Alhamdulillah. Semoga tidak ada komentar "tidak masuk akal" dari pusat terkait kebijakan daerah di papua tersebut. Setidaknya beban tugas para tenaga medis, paramedis, ATLM dan tenaga kesehatan lainnya berkurang dan Sebaran virus dari luar dapat dikendalikan laju edarnya.

Kini, di Maluku Utara sudah ada 1 kasus pasien positif terjangkit Covid-19 dan tidak menutup kemungkinan, Kontak Erat si pasien '01' ini telah menulari '02', '03' dst. Lantas jika berangkat dari konsepsi diatas (paradigma sehat) apa yang harus dilakukan? Bagi saya, secara ekstrem harus didengungkan: Lockdown Maluku Utara!

Hentikan semua transportasi penghubung antar kota dan provinsi, di darat, laut dan udara. Jikapun harus dilonggarkan untuk kebutuhan rakyat yang mendesak, maka satgas yang telah dibentuk harus siaga. Siapkan masker gratis dan tempat cuci tangan di tempat-tempat umum dan lakukan penyemprotan desinfektan. 

Selain itu ya pemerintah harus berfikir keras untuk mengadakan stok pangan di dalam daerah dalam jangka waktu selama Lockdown. Karena setau saya, "rica deng tamate" pun stoknya dari luar daerah.

Saat berdiskusi dengan salah satu sahabat di ternate via Whatsapp, dengan pertanyaan pembuka bagaimana menghentikan sebaran wabah Covid-19? Di akhir diskusi kita bersepakat bahwa harus Lockdown. Karena dengan bgitu, sudah tidak ada lagi istilah ODP atau PDP hanya karena baru datang dari daerah yang telah ada laporan pasien positif. 

Olehnya Itu, lockdown wajib diterapkan jika pemerintah memang benar ingin mencegah penyebaran Wabah dan memotong potensi virus menginfeksi orang sehat lebih banyak lagi. 

Tapi apa daya, Pintu Ekonomi Malut ada di Ternate selain Tobelo dan beberapa kabupaten lain yang transportasi perhubungannya langsung dengn Sulut/Sultra. Menutup Akses ke Ternate sama dengan menghentikan aktivitas perekonomian di Malut. Dan itu adalah masalah baru. 

Meski demikian, Pemerintah Daerah (Prov/Kab/kota) harus berani. Karena mau tidak mau, daerah ini miskin anggran, miskin ide dan serampangan dalam pengelolaan sistem pemerintahan. Sebagai pengambil kebijakan; kenapa Tenaga medis dan paramedis kita tanpa APD dan bahan lainnya yang memadai, Fasilitas pelayanan hanya satu tempat (RSUD) dan kenapa belum ada penentuan tempat untuk Plan B, C, dst tentang Faskes untuk penanganan pasien ketika jumlah kasus bertambah?. 

Serta kondisi objektif lain yang mengharuskan kita "menyeka muka" sambil beristighfar. Luar biasanya, kini di Ternate telah disiapkan lokasi kuburan untuk pasien Covid-19 yang nanti tidak berhasil disembuhkan atau meninggal dunia. Ini jawabannya, jika Paradigma kita selalu lebih berat ke akhir masalah tanpa lebih dulu mendudukkan dasarnya.

Dalam beberapa chattingan dengan beberapa teman di Ternate, bahkan ada ODP yang baru pulang dari kota yang telah ada pasien positif,  "diam-diam" langsung masuk kerja tanpa dijadikan sebagai ODP atau melaporkan diri kepada Satgas penanganan Covid-19 Malut. Bahaya bukan? Bayangkan jika ada 10 orang yang seperti itu dan 5 diataranya telah tertular dan karena tidak diisolasi, lantas yang bersangkutan bebas beraktivitas hingga menulari yang lain. 

Masya Allah. tidak bisa dibayangkan grafik peningakatan status akan setajam apa!? Apalagi, riwayat para pasien yang telah positif itu ada yang tanpa gejala bahkan pasien corona 01 Malut itu tanpa gejala lanjutan setelah masa inkubasi Virus.

Satu-satunya jalan adalah tutup akses transportasi darat, laut dan udara ke dan dari Malut selama 14 hari, sambil menunggu pekerja medis melakukan tugasnya menangani para ODP dan PDP dan bahkan mungkin Suspect yang sudah terdeteksi. Semua orang, siapapun harus menjadi prajurit atas dirinya sendiri untuk memerangi virus yang lebih jahat dari "suanggi/hantu" ini.

Per beberapa jam lalu terdengar kabar dari beberapa Pemkab di Malut bahwa biaya perjalanan dinas anggota DPR di daerahnya akan dialokasikan untuk penanganan Covid-19. Luar biasa. Saya hanya ingin mengingatkan tentang orietasi penangannya; harus berparadigma sehat. Kumpul Semua perwakilan Organisasi Profesi Kesehatan untuk dimintai pendapatnya, kemudian bersama semua instansi terkait bergerak untuk pencegahan dan penanganan sesuai SOP dan edaran yang berlaku.

Kita masyarakat yang 'mungkin' belum tertular, wajib diam di rumah, rajin cuci tangan dan mandi. Lakukan Perilaku Hidup bersih dan Sehat (PHBS). Jika harus keluar rumah untuk kebutuhan logistik, gunakan masker dan jaga jarak dengan orang lain minimal 1 meter atau lebih dari itu. Ketika pulang, sebelum masuk rumah, cuci tangan dan lepas pakaian yang telah dipakai, jangan menyentuh apapun, mandi baru kemudian bebas menyentuh apapun dan menyapa keluarga.

Semua manusia pasti mati, tapi jika mati itu Taqdir, maka ia tergantung Ikhtiar kita untuk memilih; nanti ketika mati dalam keadaan baik dan diperlakukan secara wajar atau tidak.***

0 Response to "Kondisi Negara dan Ikhtiar Melawan (Suanggi) Covid-19"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

loading...

Iklan Tengah Artikel 1

loading...

Iklan Tengah Artikel 2

loading...

Iklan Bawah Artikel

loading...