Stigma Covid-19
Oleh: DR. Marwan Polisiri, SKM., MPH
Covid-19 menghadapi tantangan sosial baru berupa stigma dan pengucilan, Stigma sendiri dapat di artikan bahwa ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya.
Covid19 Bukan Kutukan
Tiada kutukan yang berbisa selain kebebasan kehendak (Rumi), Stigmanisasi bahwa Covid 19 adalah kutukan merupakan kekeliruan teramat sangat, kita semua tahu bahwa Covid19 adalah pandemi, wabah penyakit yang mendunia yang di sebabkan oleh virus.
Covid19 tidak mengenal suku bangsa dan negara, hampir semua negara telah mengalami wabah, Covid19 tidak mengenal jenis kelamin, walau data terbaru menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak terpapar.
Diawal kasus covid19 banyak pendapat mengatakan bahwa anak-anak memiliki daya tahan lebih baik, namun saat ini sudah terbantahkan, bahwa semua golongan umur bisa saja terinfeksi covid19
Covid19 Bukan Aib
Sejatinya orang yang sedang sakit, para pasien positif corona COVID-19 tak hanya memerlukan pengobatan secara fisik, melainkan juga dukungan moril. Tapi yang terjadi bukan suntikan semangat yang diperoleh, mereka dapat cibiran dari orang-orang terdekatnya.
Tidak hanya kalangan berpendidikan rendah, beberapa orang terpelajar, bahkan tokoh lokal masih berpikir kolot, masih melihat pasien Covid19 sebagai aib. Ini terjadi di depan mata kita di saat para Jamaah Tablik sering mendapat cibiran, padahal banyak juga yang bukan jamaah Tablik yang terinfeksi.
Jangan Kucilkan keluarga pasien
Tidak ada satupun orang di dunia ini menginginkan sakit, begitupun keluarga pasien, tentunya mereka juga tidak pernah membayangkan akan ada salah satu anggota keluarganya yang sakit.
Di beberapa tempat keluarga dikucilkan gara-gara salah satu anggota keluarga terinfeksi Covid19. Ada kejadian keluarga pasien positif di tolak naik bentor
Jangan tolak Jenazah pasien positif Covid-19
Jenazah yang sudah dikubur tidak dapat menularkan virus Covid19. Jenazah yang telah ditangani dengan baik dan seseuai dengan prosedur yang berlaku, hal ini sudah dapat dipastikan aman untuk dikuburkan.
Virus hanya dapat dapat hidup pada sel hidup, sehingga sudah dapat dipastikan jenazah yang telah dikubur tidak menularkan virus.
Terpenting yang perlu diperhatikan adalah harus menghindari menyentuh bagian tubuh jenazah yang dapat mengeluarkan cairan tubuh seperti mulut, hidung, mata, anus, kemaluan dan luka-luka dikulit.
Berikan Empati pada Tenaga kesehatan
Mereka yang rela meninggalkan keluarga dan kesenangan pribadi untuk merawat pasien Covid19 harusnya di Apresiasi, bukan di kucilkan, memang benar bahwa Tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat juga berisiko untuk mendapatkan perlakuan stigmatisasi di masyarakat.
Hal ini dikarenakan tenaga kesehatan memiliki risiko tinggi tertular COVID-19 dari pasien yang ditangani. Padahal, saat ini tenaga kesehatan yang khusus menangani COVID-19 telah mendapatkan protokol keselamatan diri dari fasilitas pelayanan kesehatan tempat bekerja.
Bentuk stigmatisasi yang mungkin didapatkan oleh kelompok berisiko tersebut yakni berupa ketakutan atau dapat juga berupa kemarahan lingkungan sosialnya.
Sehingga kemungkinan terbesar, kelompok berisiko terkena stigmatisasi akan mengalami penolakan maupun pengucilan sosial berupa penolakan pada tempat kerja, perumahan sekitar sehingga dapat berujung pada kekerasan fisik.
DR. Marwan Polisiri, SKM., MPH
“Side ma liaro janji, rofu soninga ma borero (Layar yang di tegakkan oleh janji, jika kau cabut ingat esensi pesan di dalamnya)”Ada cerita di balik sebuah janji, jangan pernah sekali-kali kau ingkari, orang hebat adalah orang yang selalu menepati janjinya, memahami makna dari janji dan teguh pendiriannya.
Covid-19 menghadapi tantangan sosial baru berupa stigma dan pengucilan, Stigma sendiri dapat di artikan bahwa ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya.
“Anak itu menjadi betul-betul nakal karena diberi label nakal oleh orang sekelilingnya”.Pasien Covid19 di pandang sebagai kutukan dan Aib, keluarga pasien di kucilkan, jenazah pasien positif Covid-19 maupun jenazah tenaga kesehatan yang ikut serta menangani COVID-19 di tolak.
Covid19 Bukan Kutukan
Tiada kutukan yang berbisa selain kebebasan kehendak (Rumi), Stigmanisasi bahwa Covid 19 adalah kutukan merupakan kekeliruan teramat sangat, kita semua tahu bahwa Covid19 adalah pandemi, wabah penyakit yang mendunia yang di sebabkan oleh virus.
Covid19 tidak mengenal suku bangsa dan negara, hampir semua negara telah mengalami wabah, Covid19 tidak mengenal jenis kelamin, walau data terbaru menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak terpapar.
Diawal kasus covid19 banyak pendapat mengatakan bahwa anak-anak memiliki daya tahan lebih baik, namun saat ini sudah terbantahkan, bahwa semua golongan umur bisa saja terinfeksi covid19
Ilustrasi
Covid19 Bukan Aib
Sejatinya orang yang sedang sakit, para pasien positif corona COVID-19 tak hanya memerlukan pengobatan secara fisik, melainkan juga dukungan moril. Tapi yang terjadi bukan suntikan semangat yang diperoleh, mereka dapat cibiran dari orang-orang terdekatnya.
Tidak hanya kalangan berpendidikan rendah, beberapa orang terpelajar, bahkan tokoh lokal masih berpikir kolot, masih melihat pasien Covid19 sebagai aib. Ini terjadi di depan mata kita di saat para Jamaah Tablik sering mendapat cibiran, padahal banyak juga yang bukan jamaah Tablik yang terinfeksi.
Jangan Kucilkan keluarga pasien
Tidak ada satupun orang di dunia ini menginginkan sakit, begitupun keluarga pasien, tentunya mereka juga tidak pernah membayangkan akan ada salah satu anggota keluarganya yang sakit.
Di beberapa tempat keluarga dikucilkan gara-gara salah satu anggota keluarga terinfeksi Covid19. Ada kejadian keluarga pasien positif di tolak naik bentor
Jangan tolak Jenazah pasien positif Covid-19
Jenazah yang sudah dikubur tidak dapat menularkan virus Covid19. Jenazah yang telah ditangani dengan baik dan seseuai dengan prosedur yang berlaku, hal ini sudah dapat dipastikan aman untuk dikuburkan.
Virus hanya dapat dapat hidup pada sel hidup, sehingga sudah dapat dipastikan jenazah yang telah dikubur tidak menularkan virus.
Terpenting yang perlu diperhatikan adalah harus menghindari menyentuh bagian tubuh jenazah yang dapat mengeluarkan cairan tubuh seperti mulut, hidung, mata, anus, kemaluan dan luka-luka dikulit.
Berikan Empati pada Tenaga kesehatan
Mereka yang rela meninggalkan keluarga dan kesenangan pribadi untuk merawat pasien Covid19 harusnya di Apresiasi, bukan di kucilkan, memang benar bahwa Tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat juga berisiko untuk mendapatkan perlakuan stigmatisasi di masyarakat.
Hal ini dikarenakan tenaga kesehatan memiliki risiko tinggi tertular COVID-19 dari pasien yang ditangani. Padahal, saat ini tenaga kesehatan yang khusus menangani COVID-19 telah mendapatkan protokol keselamatan diri dari fasilitas pelayanan kesehatan tempat bekerja.
Bentuk stigmatisasi yang mungkin didapatkan oleh kelompok berisiko tersebut yakni berupa ketakutan atau dapat juga berupa kemarahan lingkungan sosialnya.
Sehingga kemungkinan terbesar, kelompok berisiko terkena stigmatisasi akan mengalami penolakan maupun pengucilan sosial berupa penolakan pada tempat kerja, perumahan sekitar sehingga dapat berujung pada kekerasan fisik.
DR. Marwan Polisiri, SKM., MPH
0 Response to "Stigma Covid-19"
Post a Comment